Senin, 19 November 2018

MAKALAH CONTROLLING PENGANTAR MANAJEMEN

.MAKALAH
FUNGSI PENGENDALIAN CONTROLLING




Nama Anggota:

Berlian Savira                     (18510165)

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No.50, Dinoyo, Kecamatan Lowokwaru, Dinoyo,
Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65144
2018



KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat AllaH SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah  dengan judul “Fungsi Pengendalian Controlling” ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya.
            Makalah ini dibuat dengan beberapa bantuan berbagai pihak untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
            Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari segala kekurangan dan kesalahan, Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan.




            Malang, 30 Agustus 2018


Penulis





DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................... i
Daftar Isi ........................................................................................................................  ii
Bab I Pendahuluan
1.1.       Latar Belakang .....................................................................................................  1
1.2.       Rumusan Masalah ................................................................................................  2
1.3.       Tujuan Makalah ...................................................................................................  2
Bab II Pembahasan
2.1.       Pengertian Controlling ......................................................................................... 3
2.2.       Proses Controlling ................................................................................................ 3
2.3.       Jenis-Jenis Controlling ......................................................................................... 6
2.4.       Objek Pengendalian ............................................................................................. 8
2.5.       Kriteria Pengendalian Efektif ...............................................................................  11
Bab  III Penutup
3.1.       Kesimpulan ...........................................................................................................  14
Daftar Pustaka ...............................................................................................................  15




BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Pengawasan merupakan salah satu fungsi dalam manajemen suatu organisasi. Dimana memiliki arti suatu proses mengawasi dan mengevaluasi suatu kegiatan. Suatu Pengawasan dikatakan penting karena tanpa adanya pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan, baik bagi organisasinya itu sendiri maupun bagi para pekerjanya. Di dalam suatu organisasi terdapat tipe-tipe pengawasan yang digunakan, seperti pengawasan Pendahuluan (preliminary control), Pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control), Pengawasan Feed Back (feed back control).
Di dalam proses pengawasan juga diperlukan Tahap-tahap pengawasan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tahap-tahap pengawasan tersebut terdiri dari beberapa macam, yaitu Tahap Penetapan Standar, Tahap Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan, Tahap Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan, Tahap Pembandingan Pelaksanaan dengan Standar dan Analisa Penyimpangan dan Tahap Pengambilan Tindakan Koreksi.
Suatu Organisasi juga memiliki perancangan proses pengawasan, yang berguna untuk merencanakan secara sistematis dan terstruktur agar proses pengawasan berjalan sesuai dengan apa yang dibutuhkan atau direncanakan. Untuk menjalankan proses pengawasan tersebut dibutuhkan alat bantu manajerial dikarenakan jika terjadi kesalahan dalam suatu proses dapat langsung diperbaiki. Selain itu, pada alat-alat bantu pengawasan ini dapat menunjang terwujudnya proses pengawasan yang sesuai dengan kebutuhan. Pengawasan juga meliputi bidang-bidang pengawasan yang menunjang keberhasilan dari suatu tujuan organisasi.




1.2.  Rumusan Masalah
a.    Apa yang dimaksud controlling?
b.    Bagaimanakah proses controlling?
c.    Apa saja jenis controlling?
d.    Apa saja objek controlling?
e.    Bagaimana kriteria controlling yang efektif?
1.3.  Tujuan Penulisan
a.    Mengetahui pengertian controlling.
b.    Mengetahui proses controlling.
c.    Mengetahui jenis controlling.
d.    Mengetahui objek-objek controlling.
e.    Mengetahu kriteria controlling yang efektif.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.       Pengertian Controlling
Menurut Robbins dan Coulter (2003:496) pengendalian (controlling) merupakan proses monitoring terhadap berbagai aktivitas yang dilakukan sumber daya organisasi untuk memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan tersebut akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan tindakan koreksi dapat untuk memperbaiki penyimpangan yang terjadi.
Untuk melaksanakan kegiatan pengendalian secara efektif dan efisien, perusahaan memerlukan sistem pengendalian. Menurut Lorange dkk (1986) sistem pengendalian (control system) adalah seperangkat instrumen yang terdiri dari penetapan tujuan secara formal, pemantauan kinerja, evaluasi kinerja dan sistem pemberian umpan balik yang akan memberikan berbagai informasi kepada para manajer mengenai apakah strategi dan struktur organisasi yang saat ini ada dapat berjalan secaraefektif dan efisien. [1]

2.2.       Proses Controlling
Menurut Robbins dan Coulters (2003), proses pengendalian terdiri dari empat aktivitas, yaitu;
1.    Penetapan Tujuan
Proses pengendalian diawali dengan adanya penetapan berbagai tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan terlebih dahulu, strategi untuk mencapai tujuan tersebut sampai ke penetapan anggaran (budget) yang menunjukkan rencana alokasi masing-masing sumber daya organiasi perusahaan untuk menunjang pencapaian tujuan. Baik tujuan, strategi maupun anggaran semuanya dapat dijadikan standar untuk menjadi pembanding terhadap pelaksanaan kegatan yang sesungguhnya dilakukan.[2]
Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai “patokan” untuk penilaian hasil-hasil. Standar adalah kriteria-kriteria untuk mengukur pelaksanaan pekerjaan. Kriteria tersebut dapat dalam bentuk kuantitatif ataupun kualitatif. Standar pelaksanaan (standard performance) adalah suatu pernyataan mengenai kondisi-kondisi yang terjadi bila suatu pekerjaan dikerjakan secara memuaskan.[3]
Standar pelaksanaan pekerjaan bagi suatu aktifitas menyangkut kriteria: ongkos, waktu, kuantitas, dan kualitas. Tipe bentuk standar yang umum adalah:
a.        Standar-standar fisik, meliputi kuantitas barang atau jasa, jumlah langganan, atau kualitas produk.
b.        Standar-standar moneter, yang ditunjukkan dalam rupiah dan mencakup biaya tenaga kerja, biaya penjualan, laba kotor, pendapatan penjualan, dan lain-lain.
c.         Standar-standar waktu, meliputi kecepatan produksi atau batas waktu suatu pekerjaan harus diselesaikan.
2.    Pengukuran
Pengukuran (measuring) merupakan penetapan satuan numerik terhadap suatu objek yang diukur. Aktivitas pengukuran menyangkut dua hal. Pertama, pengukuran berkaitan dengan apa yang diukur (objek Pengukuran). Kedua, pengukura berkaitan dengan bagaimana pengukuran dilakukan (metode pengukuran).
Objek yang diukur dalam suatu proses pengendalian perusahaan merupakan kinerja aktual (actual performance) yang ditunjukkan oleh sumber daya organisasi perusahaan. Objek pengukuran dalam suatu perusahaan sangat bervariasi. Sebagai contoh, produktivitas departemen produksi dapat diukur dengan menggunakan ukuran jumlah produksi barang per hari yang lolos uji kualitas (quality passed). Sedangkan produktivitas departemen pemasaran dapat diukur dari jumlah penjualan per bulan.[4]
Penetapan kriteria mengenai “apa yang diukur” menjadi sangat penting karena beberapa hal. Pertama, kesalahan kriteria pengukuran akan mengakibatkan kekeliruan dalam proses pengukuran. Kedua, kejelasan kriteria pengukuran akan turut memotivasi karyawan untuk berusaha melewati kriteria yang ditetapkan.
Dengan adanya perbedaan objek pengukuran, maka metode yang digunakan untuk melakukan pengukuran pun akan bervariasi. Sebagai contoh, metode yang digunakan untuk mengukur penilaian prestasi karyawan di departemen prosduksi akan berbeda dengan penilaian prestasi karyawan di departemen finance and accounting.[5]
3.    Membandingkan Kinerja Aktual dengan Standar yang Ditetapkan
Membandingkan (comparing) merupakan proses membandingkan kinerja aktual (actual perrformance) dengan standar kinerja dan berbagai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan maupun standar ditetapkan pada tahap perecanaan (planning). Kegagalan perusahaan untuk menetapkan standar pada tahap perencanaan merupakan jalan menuju kegagalan itu sendiri atau dalam peribahasa manajemen dikatakan “fail to plan is planning to fail”. Hal ini disebabkan karena tanpa adanya standar, maka perusahaan akan sulit melakukan proses evaluasi-yakni membandingkan antara kinerja aktual dengan standar.[6]
Berdasarkan perbandingan antara kinerja aktual dengan standar, maka manajer akan memperoleh informasi yang akurat, apakah kinerja aktua yang dilakukan dapat memenuhi standar ataukah tidak. Ketidakmampuan sumber daya organisasi khususnya sumber daya manusia perusahaan untuk kinerja sesuai standar, dapat disebabkan berbagai faktor, misalnya;
·      Standar yang ditetapkan terlalu tinggi sehingga sangat sulit untuk dicapai.
·      Kualitas sumber daya manusia perusahaan masih kurang baik sehingga dibutuhkan pelatihan dan pengembangan maupun pengadaan karyawan baru.
·      Perusahaan tidak memberikan kompensasi (gaji dan tunjangan) yang memadai sehingga karyawan tidak termotivasi bekerja dengan baik.[7]
4.    Tindakan Manajerial
Langkah terakhir dari proses pengendalaian adalah melakukan evaluasi terhadap kinerja yang dicapai orgabisasi secara keseluruhan maupun pencapaian kinerja individu. Pada tahap ini manajer akan melakukan tindakan koreksi dengan memperbaiki utilasi sumber daya organisasi apabila kinerja aktual menyimpang jauh dibandingkan standar.[8]
Pada tahap ini manajer bisa manmbuat suatu kesimpulan apakah tidak tercapainya tujuan perusahaan karena target yang ditetapkan terlalu tinggi, atau apakah perusahaan memiliki produktivitas lebih rendah dibandingkan pesaing akibat ketertinggalan dalam penerapan teknologi produksi terbaru? Seluruh informasi yang diperoleh dari proses evaluasi tersebut akan sangat membantu manajemen dalam menentukan tindakan koreksi yang diperlukan agar tujuan perusahaan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, manajer memiliki tiga pilihan tindakan manjerial, yitu;
1.    Tindakan Perbaikan (Corrective Action)
Tindakan perbaikan bertujuan agar penyimpangan yang terjadi tidak berlangsung terus-meerus dan aktivitas sumber daya organisasi berjalan kembali sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
2.    Revis Standar (Revise Standard)
Selain melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi, manajer dapat pula melakukan tindakan manajerial kedua yaitu melakukan revisi standar apabila standar yang digunakan sebagai perbandingan dianggap tidak akurat (ditetapkan terlalu tinggi maupun terlalu rendah).
3.    Tidak Melakukan Tindakan Apa-Apa (Do Nothing)
Apabila kinerja aktual telah sesuai denagn standar yang dibuat dan standar yang ditetapkan masih akurat, maka manajer dapat melakukan tindakan manjeria ketiga yaitu membiarkan kegiatan berjalan sebagaimana adanya.[9]

2.3.       Jenis-Jenis Controlling
Bila pengendalian dikaitkan dengan proses produksi baik barang maupun jasa, maka terdapat tiga jenis pengendalian yang dapat digunakan oleh para manajer. Ketiga jenis pengendalian tersebut adalah;[10]

1.    Feedforward Control
Tipe pengendali ini akan memungkinkan manajer melakukan antisipasi terhadap masalah sebelum masalah itu timbul. Feedforward control sendiri merupakan tipe pengendalian yang berada pada tahapan input (input stage) dari suatu proses produksi.
Para manajer dapat melakukan Feedforward control dengan cara memperketat spesifikasi bahan baku yang dipasok oleh para pemasok. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadina hasil produksi yang tidak diinginkan akibat mutu bahan baku yang rendah. Sebagai contoh, PT Unilever Indonesia mengharuskan para pemasok lada bubuk-yang nantinya akan digunakan untuk bahan baku royko-untuk memastikan bahwa lada bubuk yang dipasok tidak mengandung bakteri coli yang akan sangat merugikan para pelanggan dan PT Unilever sendiri.
Para manajer dapat pula menerakan feedforward control dengan cara menyeleksi secara ketat calon-calon karyawan yang akan bekerja di perusahaan. Hal ini bertujuan untuk menghindari terpilihnya calon tenaga kerja yang memiliki kualifikasiburuk-yang akan berpotensi merugikan perusahaan di masa yang akan datang.
2.    Concurrent Control
Concurrent control merupakan pengendalian yang dilakukan oleh para manajer selama proses produksi (conversion stage) berlangsung. Pengendalian jenis ini akan memberikan kepadamanajer umpan balik (feedback) yang cepat mengenai tingkat efisien penggunaan input yang diubah menjadi output sehingga para manajer dapat melakukan tindakan perbaikan terhadap masalah yang timbul dengan segera.
Manajer melaksanakan concurrent control dengan dibantu aplikasi teknologi informasi yang akan memberikan para manajer peringatan lebih cepat mengenai sumber dari berbagai permasalahan yang terjadi selama proses produksi seperti jumlah input yang tidak memenuhi standar, mesin yang tidak berfungsi dengan baik, tenaga kerja yang tidak terampil, dan lain-lain.
Concurrent control juga merupakan bagian terpenting dari peningkatan kualitas, dimana pengendalian ini diharapkan dapat mengarahkan para pekerja agar mereka secara terus-menerus melakukan pemantauan terhadap kulaitas produk di setap tahapan proses produksi agar dapat dihasilkan produk berkualitas tinggi. Saan ini berbagai perusahaan telah mengadopsi penerapan pengendalian kualitas (quality control) melalui pendekatan Six Sigma yang bertujuan menghasilkan zero defect (tidak ada hasil produksi yang gagal).
3.    Feedback Control
Pada tahap output produksi telah dihasilkan, para manajer menerapkan feedback control  dengan tujuan memperoleh informasi mengenai reaksi dari para konsumen setelah mereka menggunakan produk perusahaan. Hal ini dilakukan agar manajer dapat mengambil berbagai tindakan manajerial yang diperlukan berdasarkan informasi yang diperoleh dari konsumen. Sebagai contoh, tingkat retur barang yang meningkat dapat dijadikan indikator oleh para manajer bahwa produk yang dihasilkan oleh perusahaan tidak sesuai dengan ekspetasi pelanggan. Padahal sebagaimana dinyatakan oleh Feigenbaum, mutu/kualitas (quality) dari suatu produk dinilai berdasarkan kemampuan produk tersebut untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Dengan demikian tingginya retur barang menunjukkan bahwa barang yang diproduksi tidak berkualitas dan harus dilakukan tindakan koreksi agar produk yang dihasilkan dapat memuaskan pelanggan.

2.4.       Objek Pengendalian
Berdasarkan apa yang harus dikendalikan, Jones dan George (2007) membedakan brbagai objek yang harus dikendalikan ke dalam tiga kelompok yaitu; pengendalian output (output control), pengendalian perilaku (behavioral control) dan pengendalian budaya perusahaan (organization culture control). Perbedaan jenis kendali terhadap onjek yang dikendalikan sekaligus akan memberikan gambaran mengenai perangkat pengendalian yang harus diterapkan.
1.    Pengendalian Output
Setiap manajer mengembangkan suatu sistem pengendalian output bagi persahaan mereka. Pengembangan sistem ini dimulai dengan memilih tujuan atau standar kinerja yang mereka perkirakan akan dapat mengukur efisiensi, kualitas, inovasi dan tanggap tindaknya perusahaan terhadap kebutuhan konsumen. Selanjutnya perusahaan akan mengukur kinerja yang dicapai dan membandingkannya dengan berbagai standar untuk mengetahui apakah tujuan atau standar yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik pada tingkat korporat, divisional, fungsional, maupun pada tingkat individu-individu yang ada dipeusahaan. Perusahaan memiliki tiga perangkat pengendalian untuk melakukan pengendalian output, yaitu;
a.    Pengukuran Kinerja Keuangan
Pengukuran kinerja keuangan ini dilakukan untuk menilai apakah kinerja keuangan suatu perusahaan baik atau tidak, manajer puncak suatu perusahaan biasanya akan melirik pada lima ukuran utama dari kinerja keuangan perusahaan yaitu; profitability ratio, liquidity raitio, leveragee ratio, activity ratio, dan  market ratio. Rasio-rasio tersebut dihitung dengan menggunakan bahan-bahan perhitungan yang ada dilaporan keuangan perusahaan yakni neraca(balance sheet) dan laporan laba rugi (income statement).
b.    Penetapan Tujuan Perusahaan
Perusahaan mengendalikan output yang ingin dihasilkan dari operasi perusahaan dengan menetapka tujuan korporasi yang ingin dicapai perusahaan secara keseluruhan. Tujuan korporasi ini selanjutnya akan dijabarkan menjadi tujuan dari masing-masing divisi/unit bisnis. Sedangkan tujuan dari masing-masing unit bisnis selanjutnya akan dijabarkan lagi menjadi tujuan dari masing-masing bidang fungsional organisasi seperti tujuan departemen marketing, keuangan, produksi, sumber daya manusia, dan lain-lain. Tujuan-tujuan tersebut dijadikan standar yang akan menjadi acuan kinerja dari masing-masing divisi atau fungsi organisasi agar tujuan-tujuan tersebut tercapai. Dengan kata lain tujuan-tujuan yang telah ditetapkan akan turut mendalikan output dari masing-masing bagian organisasi untuk memestikan pencapaian tujuan korporasi secara keseluruhan.

c.    Penetapan Anggaran Operasional
Anggaran operasional menggambarkan rencana alokasi sumber daya organisasi untuk mendukung berbagai kegiatan yag akan dilakukan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efisien. Di dalam perusahaan korporasi, masing-masing divisi perusahaandiperlakukan sebagai pusat pertanggungjawaban (responsibility center). Kepada divisi ini kemudian diberikan sejumlah anggaran yang harus digunakan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan. Keberhasilan manajer divisi ditentukan oleh seberapa besar profit yang dapat dihasilkan dibandingkan dengan anggaran yang diberikan. Demikian halnya dengan efisiensi seorang manajer divisi. Efisiensi manajer divisi dilihat dari pengeluaran aktual yang dilakukan di divisi bersangkutan dinadingkan dengan anggaran biaya yang diberikan.
2.    Pengendalian Perilaku
Agar tujuan dapat tercapai maka manajer pun harus mengendalikan pekerjaan yang dilakukan oleh para bawaahannya dengan cara melakukan pengawasan secara langsung atas apa yang dilakukan oleh para bawahan langsung manajer tersebut.
Manajer dapat pula menggunakan pendekatan pengendalian secara birokratis (bureucratic control) dengan cara menerapkan aturan dan standar pelaksanaan operasi (standard operating procedure-SOP) yang komprehensif untuk pekerjaan yang dilakukan oleh para bawahan sehingga mengurangi pertimbangan pribadi (discretion) dari masing-masing karyawan di dalam menjalankan tugas. Sebagai contoh, bila perusahaan sudah mengatur dalam SOP departemen pemasaran bahwa tenaga kolektor yang menagih uang tidak boleh membawa uang hasil tagihan tersebut ke rumah dan disetorkan esok harinya, maka supervisor penjualan akan mengarahkan seluruh kolektornya untuk menjalankan SOP tersebut dan memberi saksi bagi kolektor yang menyimpang dari SOP.
3.    Pengendalian Budaya Perusahaan
Budaya perusahaan merupak nilai, kepercayaan, norma dan ekspektasi yang dimiliki bersama oleh anggota organisasi yang akan mempengaruhi bagaimana anggota organisasi berhubungan satu dengan lainnya serta mendorong anggota-anggota organisasi yang terlibat untuk mencapai tujuan bersama.
Agar perusahaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan yang terjadi, maka budaya perusahaan yang diperlukan adalah budaya perusahaan yang adptif-yang memungkinkan perusahaan mengembangkan nilai-nilai baru sesuai dengan tujuan dan strategi perusahaan. Sebagai contoh, Komite Pemberantas Korupsi (KPK) merupakan organisasi yang berhasil mengembangkan budaya organisasi adaptif dalam waktu relatif singkat sehingga organisasi ini memiliki keberhasilan sangat fenomenal di dalam mengungkap dan memberantas kasus korupsi di Indonesia.[11]

2.5.       Kriteria Pengendalian Efektif
Menurut Lewis, dkk  (2004), agar suatu pengendalian dapat berjalan secara efektif dalam mendeteksi dan melekukan tindakan koreksi terhadap berbagai kinerja yang tidak sesuai dengan standar, maka sistem pengendalian tersebut harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut;
1.    Sistem Pengendalian Harus Berhubungan Dengan Strategi Perusahaan
Sistem pengendalian yang baik merupakan sistem pengendalian yang dapat mengukur sesuatu yang dianggap penting saat ini dan di masa yang akan datang, tetapi bukan mengukur seseuatu yang penting di masa lalu. Seiring dengan berubahnya fokus strategi perusahaan, maka ukuran standar kinerja yang dianggap penting oleh perusahaan juga akan mengalami penggeseran.
Oleh sebab itu sistem pengendalian yang baik harus dikaitkan dengan perubahan strategi yang terjadi sehingga sistem pengendalian tersebut memiliki fleksibilitas yang cukup untuk dapat megukur perubahan kinerja standar seiring dengan perubahan strategi. Sebagai contah pada saat Kun Hee Lee mengubah strategi Samsung dari perusahaan yang menghasilkan me too product menjadi perusahaan yang menghadirkan produk unggulan di kelasnya (TV layar datar, kamera digital, telepon seluler, dll), maka perubahan strategi ini diikuti pula oleh perusahaan pengukuran kinerja yang disesuaikan dengan perubahan strategi yang ditrmpuh oleh perusahaan.
2.    Memaksimalkan Seluruh Langkah di Dalam Proses Pengendalian
Agar dapat diteraapkan secara efektif, sistem pengendalian harus menggunakan seluruh langkah yang ada di dalam proses pengendalian secara maksimal. Dalam hal ini standar kinerja harus ditetapkan dengan cermat, pengukuran terhadap kinerja harus dilakukan, proses membandingan standar kinerja dan kinerja aktual dilaksanankan dan bila perlu dilakukan tindakan koreksi harus diambil untuk mengarahkan kembali seluruh kegiatan agar mengarah ke pencapaian tujuan. Bila salah satu langkah tersebut tidak dilakukan maka dapat dipastikan bahwa sistem pengendalian yang diterapkan tidaka akan dapat berjalan secara efekrtif
3.    Mengandung Ukuran yang Objektif dan Subjektif
Sebuah sistem pengendalian pada umumnya tidak hanya terdiri dari satu ukuran kinerja tunggal, melainkan akan mencakup berbagai ukuran kinerja yang diperlukan. Sebagian dari ukuran tersebut mudah untuk dikuantifikasi (bersifat objektif) tetapi ukuran kinerja lainnya lebih bersifat kualitatif (bersifat subjektif).
Oleh sebab it sistem pengendalian yang baik harus memuat di dalamnya baik ukuran kinerja yang bersifat kuantitatif maupun ukuran kinerja kerja yang bersifat kualitatif. Sebagai contoh, ukuran kinerja bagian produksi lebih mudah dikuantifikasi. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan jumlah output standar yang harus dicapai oleh tenga kerja bagian produksi per satuan waktu. Tetapipengukuran kinerja di bagian sumber daya manusia bisa jadi lebih bersifat subjektif apabila metode pengukuran kinerja yang dilakukan oleh rekan kerja.
4.    Memiliki Kerangka Waktu Feedback yang Jelas
Sistem pengendalian yang baik akan memberikan informasi yang dibutuhkan tepat pada waktunya. Sistem pengendalian harus dapat menyediakan informasi yang memadai bagi pihak manajemen untuk mengambil tindakan maneajerial segera setelah terjadinya penyimpangan agar penyimpangan tersebut dapat segera dikoreksi sehingga tidak terjadi kesalahan yang lebih fatal.
5.    Dapat Diterima oleh Para Pekerja
Standar kinerja yang diterapkan sebagai bagian dari sistem pengendalian harus dapat diterima oleh para karyawan dari berbagi unit kerja. Pada hakikatnya standar kinerja ditetapkan sebagai alat untuk memotivasi kayawan agar melakukan kinerja yang lebih baik karena setiap pencapaian standar kinerja tersebut akan dikaitakan dengan outcome tertentu seperti kenaikan gaji, bonus, promosi jabatan, dll. Tetapi bila standar kinerja yang diterapkan tidak mungkin dicapai oleh para karyawan sekalipun mereka telah mengeluarkan kemempuan terbaiknya, maka standar kinerja tersebut bisa jadi akan menimbulkan penurunan semangat kerja (moral) karyawan.[12]

























KESIMPULAN

Pengendalian (controlling) merupakan proses monitoring terhadap berbagai aktivitas yang dilakukan sumber daya organisasi untuk memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan tersebut akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan tindakan koreksi dapat untuk memperbaiki penyimpangan yang terjadi.
Proses Pengendalian terdiri dari 1) penetapan tujuan, 2) pengukuran, 3) membandingkan kinerja aktual dengan standar yang ditetapkan, dan 4) tindakan manajerial.
Pengendalian juga memiliki beberapa jenis, yaitu; 1) feedforward control, 2) concurrent control, dan 3) feedback control.
Objek yang harus dikendalikaan, yaitu; 1) pengendalian output, 2) pengendalian perilaku, dan 3) pengendalian budaya perusahaan.
Sistem pengendalian harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu; 1) sistem pengendalian harus berhubungan dengan strategi perusahaan, 2) memaksimalkan seluruh langkah di dalam proses pengendalian, 3) mengandung ukuran yang objektif dan subjektif, 4) memiliki kerangka waktu feedback yang jelas, dan 5) dapat diterima oleh para pekerja.



DAFTAR PUSTAKA

Solihin, Ismail. 2014. Pengantar Bisnis. Jakarta:Erlangga.
Hasibuan, Malayu S.P. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah.
Robbins, Stephen P., dan Coulter Marry. 2003. Manajemen ed. 7. Prentice Hall.
Jones, dan George. 2007. Essentials of Contemporary Management, ed 2. mcGraw-Hill.
Lewis, dkk. 2004. Management:Challenges For Tomorow Leaders, ed 4. Western,


[1] Solihin, Ismail. 2014. Pengantar Bisnis. Jakarta:Erlangga. Hlm 163.
[2] Solihin, Ismail. 2014. Pengantar Bisnis. Jakarta:Erlangga. Hlm 163-164.
[3] Hasibuan, Malayu S.P. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Hlm 243
[4] Robbins, Stephen P., dan Coulter Marry. 2003. Manajemen ed. 7. Prentice Hall. Hlm 425
[5] Solihin, Ismail. 2014. Pengantar Bisnis. Jakarta:Erlangga. Hlm 164.
[6] Robbins, Stephen P., dan Coulter Marry. 2003. Manajemen ed. 7. Prentice Hall. Hlm 456.
[7] Solihin, Ismail. 2014. Pengantar Bisnis. Jakarta:Erlangga. Hlm 165.
[8] Solihin, Ismail. 2014. Pengantar Bisnis. Jakarta:Erlangga. Hlm 165.
[9] Robbins, Stephen P., dan Coulter Marry. 2003. Manajemen, ed. 7. Prentice Hall. Hlm 504.
[10] Jones, dan George. 2007. Essentials of Contemporary Management, ed 2. mcGraw-Hill. Hlm 288.
[11] Solihin, Imail. 2014. Pengantar Bisnis. Jakarta:Erlangga. Hlm 168-169.
[12] Lewis, dkk. 2004. Management:Challenges For Tomorow Leaders, ed 4. Western. hlm 361.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar